Sebenarnya jika kita kaji ulang siapa sebenarnya yang menjatuhkan pemerintah? Dapat disimpulkan bahwa yang menjatuhkan pemerintah adalah hal-hal:
Kasus Pemerintah
Unpad sendiri jatuh karena para pekerjanya jika saya yang bekerja jadinya, hasilnya, bentuknya bukan begini. Saya sudah mengatakan para pekerjanya bukan anak-anak, PRT, supir, dll. Jika Unpad jatuh jangan membuat persoalan kepada anak-anak, PRT, supir, kuli justru para pekerja Unpad. Siapa yang bikin gawe? Justru Adi, PRT, anak-anak, supir, kuli tidak mengerti ada apa, bagaimana, siapa, dimana, dll. Maksudnya apa Unpad menyalahkan kita? Justru kita tidak tahu, tidak mengerti situasi kondisi. Jadi Unpad untuk apa menyalahkan PRT, anak-anak, supir, kuli? Ini tidak tahu itu tidak tahu, percuma. Jadi pertanyaannya siapa yang bersalah? Jawabannya pelakunya yaitu para pekerja, bukan anak-anak lalu siapa pekerja penerimaan Unpad? Mendiknas, dikti, rektor. Siapa yang memberikan IPK? Dosen, guru besar, tata usaha, kemahasiswaan. Anak-anak harap dibebaskan, anak-anak tidak boleh terlibat. Saya katakan para pekerja ada sub dan departemen lalu bisa diperjelas para pekerja maksudnya apa. Tentu anak-anak tidak bersalah lalu dibunuh, disiksa, dianiaya seperti saya dahulu, selamatkan anak-anak. Dahulu saya disiksa, dianiaya oleh pemerintah tanpa mengerti ada apa, kenapa, maksudnya apa.
Saya tidak mengerti prosedur, syarat dan ketentuan kenapa menyalahkan saya? Jika saya pekerjanya maka logikanya bukan begitu, hasilnya bukan begitu, saya pun tidak mengerti kenapa bisa jadi begitu karena saya tidak setuju atas logika tersebut, tentu tidak mengerti apa maksudnya. Satu hal Jawa itu berpikir sederhana tidak mengerti nasib penghuni Papua, Kalimantan, NTB, Sulawesi, dll semua pada kelaparan dan banyak yang mati busung lapar jadi Jawa berpikir hanya area Jawa saja. Jika anda tahu fire (api) harus segera dingin (cool), bagaimana? Jadi dipermudah, jangan dipersulit pemadaman api tersebut jika situasinya cool, calm, normal, fine mungkin kita berpikir tantangan, situasi lagi kebakaran. Jika saya bekerja logikanya tidak begini. Ini siapa yang punya logika, siapa yang punya pikiran? Tentu semua itu logika para pekerja, jadi buah pikir para pekerja perusahaan tersebut bukan logika saya.
Pemeriksaan Lengkap (+/-)
Saya sudah katakan semua harus diperiksa, cek lengkap. Tindakan apa yang harus dilakukan setelah ada hasil pemeriksaan. Jika positif (+) maka ada tindakan jika negatif (-) tidak ada persoalan, justru hasil pemeriksaan tersebut yang dinantikan, kenapa ada pemeriksaan? Lalu tahu siapa yang benar dan salah tahunya dari mana? Jika tidak ada pemeriksaan lengkap kita tidak tahu apa yang sebenarnya, misal jika orang sakit tahunya setelah ada pemeriksaan lengkap lalu jika tidak tahu sulit bertindak. Jadi jika sudah tahu nama penyakitnya, level penyakitnya kita bisa menentukan tindakan yang tepat. Saya katakan jika tidak tahu apa masalahnya (misal nama penyakit) mau bertindak apa? Tidak bisa. Saya tidak bisa berbuat apa-apa setelah keterangan lengkap nama penyakit, level, dll lanjut tindakan. Begini bagaimana saya mau bertindak jika tidak tahu masalah, tidak tahu apa-apa? Tentu perlu diperiksa. Mau anda ditindak tanpa kejelasan penyakit? Jelas bahaya karena fatal dan tentu setelah diperiksa saja.
- Pihak yang bekerja, itu logika dari para pekerja pemerintah tersebut.
- Pihak yang membuat tanda tangan, paraf, checked list dan materai.
- Semua pihak-pihak yang terlibat seperti hal: golongan, tim dan group.
- Jika saya yang bekerja tidak begitu logikanya, jadinya, hasilnya.
- Apa anda tidak berpikir sekarang dalam situasi fire, red, dangerous?
- Jika fire maka api tidak boleh terus menyengat, segera dingin.
- Bagaimana caranya agar fire tersebut bisa segera calm, fine, cool?
- Jawa tidak berpikir Papua, Kalimatan, Bali, dll pada kelaparan.
- Siapakah yang mampu memadamkan sengatan api di pemerintah?
- Justru yang mempersulit pemadaman sengatan jelas bersalah.
- Jika kebakaran hutan itu sulit kebakaran pemerintah lebih sulit lagi.
- Pertamina, BI, PAM, Pendidikan logika siapa? Bukan logika saya.
- UN, UMPTN logika siapa? Dosa apa saya? Logika Adi tidak begitu.
- Sekarang situasi mencekam, gila, gagal siapa yang tidak ngomel?
- Laki-laki goblok jika tidak ngomel pada kondisi negara gagal, error.
- Logika begitu pasti diadakan penggeledahan, razia layaknya drug.
- Logika begitu bukannya menyelesaikan tentu bertanya-tanya. Cek!
- Siapa yang menjatuhkan Unpad? Para pekerja misal rektor, dosen.
Kasus Pemerintah
Unpad sendiri jatuh karena para pekerjanya jika saya yang bekerja jadinya, hasilnya, bentuknya bukan begini. Saya sudah mengatakan para pekerjanya bukan anak-anak, PRT, supir, dll. Jika Unpad jatuh jangan membuat persoalan kepada anak-anak, PRT, supir, kuli justru para pekerja Unpad. Siapa yang bikin gawe? Justru Adi, PRT, anak-anak, supir, kuli tidak mengerti ada apa, bagaimana, siapa, dimana, dll. Maksudnya apa Unpad menyalahkan kita? Justru kita tidak tahu, tidak mengerti situasi kondisi. Jadi Unpad untuk apa menyalahkan PRT, anak-anak, supir, kuli? Ini tidak tahu itu tidak tahu, percuma. Jadi pertanyaannya siapa yang bersalah? Jawabannya pelakunya yaitu para pekerja, bukan anak-anak lalu siapa pekerja penerimaan Unpad? Mendiknas, dikti, rektor. Siapa yang memberikan IPK? Dosen, guru besar, tata usaha, kemahasiswaan. Anak-anak harap dibebaskan, anak-anak tidak boleh terlibat. Saya katakan para pekerja ada sub dan departemen lalu bisa diperjelas para pekerja maksudnya apa. Tentu anak-anak tidak bersalah lalu dibunuh, disiksa, dianiaya seperti saya dahulu, selamatkan anak-anak. Dahulu saya disiksa, dianiaya oleh pemerintah tanpa mengerti ada apa, kenapa, maksudnya apa.
Saya tidak mengerti prosedur, syarat dan ketentuan kenapa menyalahkan saya? Jika saya pekerjanya maka logikanya bukan begitu, hasilnya bukan begitu, saya pun tidak mengerti kenapa bisa jadi begitu karena saya tidak setuju atas logika tersebut, tentu tidak mengerti apa maksudnya. Satu hal Jawa itu berpikir sederhana tidak mengerti nasib penghuni Papua, Kalimantan, NTB, Sulawesi, dll semua pada kelaparan dan banyak yang mati busung lapar jadi Jawa berpikir hanya area Jawa saja. Jika anda tahu fire (api) harus segera dingin (cool), bagaimana? Jadi dipermudah, jangan dipersulit pemadaman api tersebut jika situasinya cool, calm, normal, fine mungkin kita berpikir tantangan, situasi lagi kebakaran. Jika saya bekerja logikanya tidak begini. Ini siapa yang punya logika, siapa yang punya pikiran? Tentu semua itu logika para pekerja, jadi buah pikir para pekerja perusahaan tersebut bukan logika saya.
Pemeriksaan Lengkap (+/-)
Saya sudah katakan semua harus diperiksa, cek lengkap. Tindakan apa yang harus dilakukan setelah ada hasil pemeriksaan. Jika positif (+) maka ada tindakan jika negatif (-) tidak ada persoalan, justru hasil pemeriksaan tersebut yang dinantikan, kenapa ada pemeriksaan? Lalu tahu siapa yang benar dan salah tahunya dari mana? Jika tidak ada pemeriksaan lengkap kita tidak tahu apa yang sebenarnya, misal jika orang sakit tahunya setelah ada pemeriksaan lengkap lalu jika tidak tahu sulit bertindak. Jadi jika sudah tahu nama penyakitnya, level penyakitnya kita bisa menentukan tindakan yang tepat. Saya katakan jika tidak tahu apa masalahnya (misal nama penyakit) mau bertindak apa? Tidak bisa. Saya tidak bisa berbuat apa-apa setelah keterangan lengkap nama penyakit, level, dll lanjut tindakan. Begini bagaimana saya mau bertindak jika tidak tahu masalah, tidak tahu apa-apa? Tentu perlu diperiksa. Mau anda ditindak tanpa kejelasan penyakit? Jelas bahaya karena fatal dan tentu setelah diperiksa saja.